Rabu, 27 Agustus 2014

Generasi Qurani itu Bernama SMPIT As-Syifa Boarding School



Menjelang kepulangan ke kampus 1001 malam SMPIT As-Syifa Boarding School, di media social anak-anak ramai membincangkan sesuatu yang wajib di bawa ketika nanti datang kesekolah. Guru tahfizh mereka mewajibkan membawa Alquran dengan format yang enak untuk digunakan menghafal.
Kegiatan tahfzh menjadi kegiatan rutin di sekolah kami. Pagi dimulai ketika selesai shalat subuh sampai menjelang keberangkatan ke sekolah dan petang dimulai bada ashar anak-anak menyetorkan hafalan mereka. Pada awalnya mungkin berat bagi mereka, namun perlahan hal ini menjadi kebiasaan yang tidak bisa dilepaskan dari hari-hari mereka. Alquran menjadi teman tersendiri dalam kegiatan mereka, hingga terbawa dalam kegiatan pembelajaran sekolah.
Seharusnya memang begitu, Al Quran tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manustia. Ia adalah pedoman hidup bukan hanya sebatas kitab suci yang hanya digunakan pada saat melakukan hubungan komunikasi secara vertikal, seorang hamba dan Rabb-Nya.
Masyarakat zaman dulu menjadikan alquran sebagai kawan menempa diri. Di waktu-waktu khusus, anak-anak berkumpul di langgar untuk belajar mengaji pada kyai. Saat ini juga sudah berkembang sekolah-sekolah khusus untuk belajar tahsin dan tahfizh. Selain itu, sekolah yang berada di bawah payung kemdikbud pun banyak yang menawarkan fasilitas tahsin dan tahfizh. Fakta lainnya, beberapa universitas negeri di Indonesia saat ini membuka tangan yang sangat lebar bagi lulusan sekolah terbaik yang juga para penghafal Al-Quran.
Hal tersebut menunjukkan bahwa kecenderungan manusia untuk membaca dan menghafalkan Al-Quran semakin tinggi.
Sekarang muncul al-quran dengan beragam fasilitas tanfa mengubah struktur ayat, juz, juga kandungan isinya. Fasilitas-fasilitas tersebut membantu masyarakat untuk semakin mudah menggunakan al quran baik untuk membaca secara tartil sesuai kaidah tajwid atau juga untuk menghafal.
Kita mengenal Al quran yang dibuat terjemahannya perkata. Hal ersebut membantu masyarakat untuk memahami kandungan Al-quran. Ada juga Al Quran perjuz yang bisa digunakan untuk menghafal Al-Quran. Ada juga al Quran yang sudah dipadupadankan dengan software menarik yang berbasis multimedia audio-visual yang fungsinya juga untuk membantu para pembacanya. Juga sudah semakin banyaknya Al Quran digital yang dapat diakses dengan mudah melalui smartphone.
Ini merupakan nafas baru bagi penerbitan alquran di Indonesia untuk meningkatkan motivasi masyarakat Indonesia untuk belajar Al Quran.
Sehingga, Al Quran bukan sebatas kitab suci yang di bawa dan di baca ketika kita sedang pergi ke masjid atau ketika sedang mengikuti kegiatan majelis taklim.

Selasa, 26 Agustus 2014

Buku Anak Mempertemukan Anak dengan Kodratnya

Ada sebuah kajian yang menarik yang saya temukan di sebuah jurnal. Tulisan tersebut ditulis oleh Kholid A. Harras. Beberapa hari lalu, saya juga berkesempatan membaca tulisan tersebut versi lengkapnya yang ternyata berupa sebuah tesis. Tulisan tersebut berjudul “Mengembangkan Potensi Anak melalui Program Literasi Keluarga”.
                Dalam tulisan tersebut dipaparkan tentang berkembangnya khazanah sastra anak Indonesia yang dimulai dengan kemunculan buku-buku karya anak Indonesia dengan payung KKPK (Kecil-kecil Punya Karya). KKPK diawali oleh sebuah karya dari Sri Izzati yang berjudul “Kado untuk Ummi”. Setelah itu banyak karya anak-anak lain yang bermunculan. Di tulisn tersebut terlihat bahwa program literasi keluarga sangat penting dalam menciptakan sebuah kultur melek baca-tulis.
                Hal tersebut menjadi nafas baru bagi dunia literasi kita, bahwasannya anak-anak Indonesia sudah memiliki tingkat literasi yang tidak bias digeneralisasi rendah. Kemampuan anak-anak dalam menulis pasti ditunjang oleh kemampuan mereka dalam membaca beragam sumber informasi.
                Sastra anak khususnya buku-buku perlu perhatian lebih. Buku anak adalah buku yang dibuat dengan mempertimbangkan banyak aspek, mulai dari tingkat keterbacaan wacana hingga kesesuaian kondisi psikologis anak dengan isi dan gaya tulisan sebuah buku.
                Pada usia anak-anak, kita mengidentifikasi ada beberapa hal penting yang harus menjadi catatan yang akan bersesuaian dengan apa yang dimaksud buku anak yang baik dan menarik. Pertama, anak usia dini memiliki rasa ingin tahu yang lebih. Rasa ingin tahu tersebut dapat menjadi kata kunci bagi kita dengan cara menciptakan cerita yang dapat menarik rasa penasaran anak, sehingga anak mau memberikan waktunya untuk bacaan.
                Kedua, buku anak dapat diciptakan dengan memperatikan tingkat keterbacaan wacananya. Anak-anak usia sekolah dasar tidak mungkin diberi kalimat-kalimat panjang. Buatlah kalimat-kalimat yang mudah dicerna dan diimajinasikan di pikiran anak-anak.
                Ketiga, buku anak yang baik adalah buku anak yang memahami psikologi anak. Apa yang menjadi dunianya. Enid Blyton dengan buku Lima Sekawannya mengapa sangat inspiratif, karena buku tersebut tepat membidik “jiwa” anak-anak yang senang berpetualang dan kecenderungan imajinatif yang tinggi. Artinya, ini menjadi sinyal penting, bahwa ketika buku anak dibuat harus benar-benar paham dulu dunia dan pikiran anak-anak. Buku anak adalah buku ramah anak. Buku tersebut mampu menjadi teman anak-anak.
                Belum banyak buku anak karya dalam negeri yang beredar di pasaran buku. Selain itu, penulis-penulisnya pun masih dapat dihitung oleh jari. Sebut saja Ali Muakhir yang mempunyai keajegan tetap berada di genre ini. Selain itu? Mungkin ini menjadi jalan bagi kemunculan penulis-penulis yang meminati bidang ini.
                Selama ini, buku anak selalu diidentikan dengan kumpulan dongeng atau negeri-negeri peri. Padahal, menulis cerita anak dapat beranjak dari keseharian yang begitu dekat dengan anak. Seharusnya, yang menjadi catatan kita adalah, apakah bahasa buku anak sudah demikian bersahabat dengan anak? Sudah memancing rasa ingin tahu anak? Sudah menyalakan api imajinasi anak-anak? Ataukah buku anak baru sebatas kumpulan cerita seperti dongeng yang selalu “mengajari” anak, yang membuat anak enggan muncul rasa ingin tahunya.
                Buku anak bisa jadi tumbuh dari para penulis yang tak lagi anak-anak, bisa pula tumbuh dari karya generasi mereka sendiri—anak-anak. Buku anak adalah buku yang ditulis dengan bahasa sederhana, dengan bahasa yang mudah dimamah oleh pikiran belia-belia itu. Bukan sekadar buku dongeng pengantar tidur, tetapi buku yang membuat mereka belajar bertumbuh dalam hidup sesuai dengan kodratnya, yaitu sebagai anak-anak.

Senin, 25 Agustus 2014

Buku, Pameran, dan Program Literasi Ala Sekolah



Ada banyak cara kecil untuk meluaskan dunia anak-anak. Cinta buku adalah yang terbaik dari segalanya. (Edwin Percy Whipple, seorang esais dan kritikus berkebangsaan Amerika)
Buku adalah jembatan bertemunya antara gagasan seseorang dengan pembacanya. Melaluinya pembaca dapat masuk, berselancar menemukan ragam informasi pengetahuan, bercengkerama dengan buah pikiran, juga sebagai batu asah pemancing respon misalnya dalam kegiatan membaca kritis.
Bagi anak-anak, buku perlu dikenalkan sedini mungkin sebagai salah satu kebutuhan mereka. Dengan cara demikian mereka akan menjadi terbiasa terlibat dalam satu budaya literasi baik itu di lingkungan keluarga ataupun sekolah.
Salah satu cara menciptakan suhu cinta membaca terhadap buku di lingkungan sekolah ialah melalui program rutin kunjungan sekolah ke pameran-pameran buku. Kegiatan kunjungan ke Book Fair sudah menjadi kegiatan rutin tahunan SMPIT As-Syifa Boarding School yang sayang apabila dilewatkan. Murid-murid difasilitasi untuk datang bersama-sama mengunjungi Book Fair. Di sana mereka akan diajak untuk berburu buku-buku wajib yang sudah ditetapkan oleh penyelenggara kegiatan dari sekolah dan buku pribadi yang lolos seleksi laik baca atau mendapat rekomendasi dari pembimbing murid.
Selepas book fair, biasanya buku tetap menjadi perbincangan menarik di antara para murid. Genre buku yang dibeli kadang bersesuaian dengan minat murid. Tak jarang di antara mereka terlibat kegiatan saling menawarpinjamkan buku.
Mencintai buku bisa diciptakan dari hal-hal sederhana semacam itu. Anak-anak yang tak terbiasa hidup dengan buku akan membuat mereka “memaksakan” diri untuk memasuki teman-temannya yang mayoritas mencintai buku. Di sinilah hukum tarik-menarik berlaku, sehingga lingkungan literasi dapat tercipta dengan baik.
Pameran buku bukan sekadar kegiatan memamerkan buku-buku dengan diskonnya yang kadang membuat kalap pecinta buku. Banyak hal penting lainnya yang dapat dimanfaatkan pengunjung. Pameran buku atau book fair merupakan stimulus untuk menumbuhkan budaya literasi di kalangan masyarakat. Di sana para pecinta buku berkumpul. Orang yang pada awalnya hanya  “melihat-lihat” pada akhirnya akan mendekat, memegang, lalu membelinya. Tak jarang di stand-stand buku, para pengunjung saling berdialog, akhirnya berdiskusi panjang lebar tentang buku yang mereka gandrungi. Nah, di sinilah pentingnya juga, bukan sekadar membeli tapi memaknai isi.
Di acara Book Fair biasanya diadakan juga diskusi atau bedah buku. Hal tersebut sangatlah penting untuk mengangkat isu-isu terbaru yang dibukukan dengan harapan dapat membuka cakrawala berpikir pengunjung melalui kegiatan kritik/bedah karya. Melalui book fair pula, pengunjung dapat mengetahu daftar buku-buku terbaru yang laik untuk segera dimiliki. Sehingga, pengunjung book fair biasanya up to date  terhadap buku-buku terbaru. Walaupun begitu, Groucho Marx mengatakan buku lama adalah buku baru bagi mereka yang belum membacanya. Begitulah buku, ia adalah warisan zaman, selalu mengabadi. Buku lama ataupun buku baru, sama-sama menjadi ruang temu pencari ilmu.

Rabu, 25 Desember 2013

E-Learning: Dinamika Pendidikan dan Praktiknya

E-Learning: Dinamika Pendidikan dan Praktiknya
Sri Maryani, S.Pd.

Sejarah sekolah di Indonesia dimulai dari pendidikan nonformal sejak zaman Hindu, kemudian diikuti oleh sekolah-sekolah formal yang dimulai pada masa awal penjajahan Kolonial yang pada awalnya hanya dikhususkan untuk orang-orang Belanda. Jauh sebelum itu, pendidikan telah banyak diajarkan dari orang tua pada anak-anaknya atau para ahli kitab pada pemeluk kepercayaan. Bagaimanapun bentuknya, sekolah merupakan wadah penting untuk mencetak generasi cerdas yang akan melahirkan pemikiran-pemikiran terbaik.
Pendidikan pada awalnya menggunakan pola klasik. Pembelajaran klasik menjadikan guru sebagai pusat informasi. Guru menyampaikan dan siswa menerima informasi. Pembelajaran menjadi kegiatan transfer ilmu satu arah yang tersekat oleh ruang kelas dengan metode yang terbatas. Kelengkapan pembelajaran terbatas pada papan tulis, kapur tulis, dan buku ajar. Dinamika pembelajaran mengubah media secara bertahap. Papan tulis, black board berganti dengan white board, kapur berganti dengan spidol. Papan manual kemudian berganti layar LCD, dominasi spidol berganti rupa-rupa slide presentasi power point, flash, atau director dengan laptop sebagai otak operasi. Buku ajar bukan sumber ajar tunggal lagi. Inilah yang dimaksud dengan dinamika masa, pergeseran budaya pendidikan yang berbanding lurus dengan perkembangan budaya di masyarakat.
Dinamika pendidikan ini kemudian membuka sekat pendidikan formal yanga asalnya tertitik berat pada pendidikan formal di ruang kelas menjadi pembelajaran di mana saja dan kapan saja. Di masa mendatang penyelenggaraan pembelajaran jarak jauh (distance learning) bisa jadi tak terbatas. Para pembelajar bisa menikmati pembelajaran di mana saja dan di sinilah E-Learning berperan.
Dinamika pendidikan membuka celah pembelajaran tak terbatas melalui program E-learning. Pembelajaran berbasis media elektronik sebagai medium untuk ketersampaian ilmu dan penggalian ilmu yang lebih dalam lagi. Karena, pada hakikatnya proses pembelajaran bukan sebatas mengetahui, tapi juga menemukan lebih lanjut lagi yaitu apabila bisa dapat mengembangkan.
Praktik Konkret E-Learning
Banyak buku, artikel, seminar yang telah mengkaji tentang E-Learning. E-Learning sebagai pembelajaran berbasil media elektronik memerlukan pengenalan, pengembangan, optimasi, dan penyiapan SDM yang ahli. Dalam praktik pembelajaran di sekolah, E-Learning mulai dikembangan di sekolah. Salah satu icon media E-learning yang favorit digunakan adalah internet.
Mobilitas hidup semakin tinggi dan semakin banyak sumber informasi yang bertebaran membuat proses penyerapan informasi tidak hanya cukup sebatas membaca buku teks secara fisik. Program internet banyak digunakan untuk media pembelajaran di antaranya jejaring sosial seperti facebook, twitter, linkedin atau juga ruang catatan online seperti blogger, tumbler, wordpress, dsb.
Dabbagh dalam handout materinya Using Blogs as a teaching and Learning Tool mendefinisakan bahwa blog adalah format publikasi mikro atau pendokumentasian pikiran tentang sebuah isu ke dalam web. Dabbagh juga menyebutkan bahwa blog sebagai jurnal spontan. (Maryani, 2011)
Pada tahun 2011 sebuah penelitian pernah dilakukan penulis di SMAN 3 Bandung untuk menguji efektivitas pemanfaatan blog sebagai media portofolio virtual. Penelitian ini yang kemudian menjadi kajian dalam skripsi penulis. Konsep sederhana pengembangan media dapat digambarkan sebagai berikut.
Dok: Pribadi
Kecenderungan manusia untuk mengeksiskan diri seperti yang selama ini terlihat dengan menjamurnya pengguna media sosial dimanfaatkan untuk meningkatkan hasil pembelajaran. Gambaran E-Learning yang dilakukan sesuai skema di atas adalah sebagai berikut. Penulis membuka blog pusat pembelajaran menulis cerpen. Link media pembelajaran yang digunakan yaitu http://penacerpen.blogspot.com sebagai media pusat kemudian dilingkfest ke jejaring sosial sebagai media diskusi dan update informasi dengan alamat https://www.facebook.com/groups/blog3anginpasat/
Head Blog (Dok: Pribadi)




Linkfest FB sebagai media komunikasi (Dok: Pribadi)

Dalam blog pusat terdapat alamat-alamat blog siswa yang dapat diakses oleh guru setiap saat di manapun. Selain itu, linkfest ke media sosial facebook menjadi keasyikan tersendiri karena siswa dapat membuka diskusi lebih santai dan terbuka. Mereka saling mengkritisi kemudian tertantang untuk terus menuis walau tidak ada penugasan. Alhasil jadilah murid-murid yang produktif dalam berkarya. Setelah dilakukan penelitian diperoleh beberapa data sebagai berikut.
Penelitian dilakukan di dua kelas yaitu kelas eksperimen (kelas yang menggunakan blog) dan kelas kontrol.  Di kelas eksperimen terlihat siswa yang memublikasikan atau mengumpulkan tugas lebih cepat daripada kelas kontrol. 21% dari total sampel eksperimen produktif menulis dibandingkan kelas kontrol yang hanya 4%.
Dok: Pribadi
Dok: Pribadi



          Hasil penelitian tersebut menunjukkan peluang penerapan E-Learning dalam pendidikan sangat terbuka lebar. Namun, bersama peluang tersebut ada juga beberapa tantangan yang akan dihadapi dalam penerapan E-Learning. Yang pertama adalah bagaimana memahamkan guru dan murid tentang konsep e-learning. Karena selama ini, e-learning hanya sebatas E-Tugas dalam artian guru seringkali memanfaatkan salah satu media e-learning yaitu internet sebatas hanya untuk mencari sumber data untuk tugas. Padahal internet dapat digunakan sebagai media portofolio virtual untuk menyimpan materi pembelajaran juga tempat mendokumentasikan dan mempublikasikan karya yang tepat.
Dok: Pribadi
        Selain itu, tantangan e-learning berikutnya adalah sebaran teknologi yang belum begitu merata ke seluruh pelosok Indonesia. Oleh karena itu, sebenarnya terbuka lebar untuk perusahaan-purasaan telekomunikasi untuk mengembangkan tantangan ini menjadi sebuah peluang untuk mencerdaskan bangsa misalnya dengan program Internet Masuk Desa (IDM) juga pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan skill (keahlian teknis) yang menunjang e-learning. Tantangan lainnya yaitu e-learning harus diterapkan diiringi dengan meningkatkan motivasi/inisiatif siswa oleh guru. Siswa masih memiliki kecenderungan gerak secara bebas memanfaatkan media sesuai kemauan mereka. Guru perlu mengarahkan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan tepat.

            E-learning sebagai kegiatan pebelajaran berbasis media elektronik secara online masih membutuhkan kombinasi dengan pembelajaran off-line sebagai kontrol. Inilah yang disebut Blended Learning yang akan tetap menjaga keterlibatan siswa dalam proses yang humanis.

       E-Learning masih akan berkembang terutama ke arah teknologi mobile. Sebagai suatu fenomena yang sedang digandrungi saat ini, teknologi mobile berpeluang besar mejadi medium E-Learning yang membantu siswa lebih luwes menikmati pendidikan sebagai sarana untuk memperdalam keilmuan juga menghasilkan karya. Guru seharusnya menangkap ini sebagai alternatif dalam mengembangan suatu mekanisme pembelajaran yang interaktif dan linear dengan dinamika pendidikan yang terjadi. Pun begitu perusahaan telekomunikasi baik itu alat komunikasi juga perusahaan penyedia jaringan. Ini mungkin yang dimaksud peluang dalam dinamika pendidikan kita.


Referensi:
Maryani, Sri. 2011. Efektivitas Pemanfaatan Media Blog dalam Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam   Pembelajaran Menulis Cerpen (Kuasi Eksperimen Pada Siswa Kelas X Sma Negeri 3 Bandung Tahun Ajaran 2010/2011). Bandung: Tidak Diterbitkan (Skripsi)

http://www.bunghatta.ac.id/artikel/54/teknologi-informasi-dalam-dunia-pendidikan.html [25 Desember 2013]

http://idelearning.com/masa-depan-e-learning-dalam-dunia-pendidikan/ [25 Desember 2013]

http://www.ica-sae.org/trainer/indonesian/p11.htm [25 Desember 2013]