Ada banyak cara kecil untuk meluaskan dunia
anak-anak. Cinta buku adalah yang terbaik dari segalanya. (Edwin Percy Whipple,
seorang esais dan kritikus berkebangsaan Amerika)
Buku
adalah jembatan bertemunya antara gagasan seseorang dengan pembacanya.
Melaluinya pembaca dapat masuk, berselancar menemukan ragam informasi
pengetahuan, bercengkerama dengan buah pikiran, juga sebagai batu asah
pemancing respon misalnya dalam kegiatan membaca kritis.
Bagi
anak-anak, buku perlu dikenalkan sedini mungkin sebagai salah satu kebutuhan
mereka. Dengan cara demikian mereka akan menjadi terbiasa terlibat dalam satu
budaya literasi baik itu di lingkungan keluarga ataupun sekolah.
Salah
satu cara menciptakan suhu cinta membaca terhadap buku di lingkungan sekolah ialah
melalui program rutin kunjungan sekolah ke pameran-pameran buku. Kegiatan
kunjungan ke Book Fair sudah menjadi kegiatan rutin tahunan SMPIT As-Syifa
Boarding School yang sayang apabila dilewatkan. Murid-murid difasilitasi untuk datang
bersama-sama mengunjungi Book Fair. Di sana mereka akan diajak untuk berburu
buku-buku wajib yang sudah ditetapkan oleh penyelenggara kegiatan dari sekolah
dan buku pribadi yang lolos seleksi laik baca atau mendapat rekomendasi dari
pembimbing murid.
Selepas
book fair, biasanya buku tetap menjadi perbincangan menarik di antara para
murid. Genre buku yang dibeli kadang bersesuaian dengan minat murid. Tak jarang
di antara mereka terlibat kegiatan saling menawarpinjamkan buku.
Mencintai
buku bisa diciptakan dari hal-hal sederhana semacam itu. Anak-anak yang tak
terbiasa hidup dengan buku akan membuat mereka “memaksakan” diri untuk memasuki
teman-temannya yang mayoritas mencintai buku. Di sinilah hukum tarik-menarik
berlaku, sehingga lingkungan literasi dapat tercipta dengan baik.
Pameran
buku bukan sekadar kegiatan memamerkan buku-buku dengan diskonnya yang kadang
membuat kalap pecinta buku. Banyak hal penting lainnya yang dapat dimanfaatkan
pengunjung. Pameran buku atau book fair merupakan stimulus untuk menumbuhkan
budaya literasi di kalangan masyarakat. Di sana para pecinta buku berkumpul. Orang
yang pada awalnya hanya “melihat-lihat”
pada akhirnya akan mendekat, memegang, lalu membelinya. Tak jarang di stand-stand
buku, para pengunjung saling berdialog, akhirnya berdiskusi panjang lebar
tentang buku yang mereka gandrungi. Nah, di sinilah pentingnya juga, bukan
sekadar membeli tapi memaknai isi.
Di
acara Book Fair biasanya diadakan juga diskusi atau bedah buku. Hal tersebut
sangatlah penting untuk mengangkat isu-isu terbaru yang dibukukan dengan
harapan dapat membuka cakrawala berpikir pengunjung melalui kegiatan
kritik/bedah karya. Melalui book fair pula, pengunjung dapat mengetahu daftar
buku-buku terbaru yang laik untuk segera dimiliki. Sehingga, pengunjung book fair
biasanya up to date terhadap buku-buku terbaru. Walaupun begitu, Groucho
Marx mengatakan buku lama adalah buku baru bagi mereka yang belum membacanya. Begitulah
buku, ia adalah warisan zaman, selalu mengabadi. Buku lama ataupun buku baru,
sama-sama menjadi ruang temu pencari ilmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar